Sinopsis novel Rasa Sayange
Sinopsis Rasa Sayange
Konvoi kecil itu merangkak maju pada jalan cikar yang penuh lubang. Gunung Merapi mengisi langit senja dengan kehadirannya yang massif. Di dalam truk paling belakang di antara tiga truk itu para prajurit berdiri sambil berdiam diri sambil berdiam diri seperti suasana yang mulai kelam. Dalam perjalanan sambil bercakap-cakap perlahan-lahan. Yang berkumis tiba-tiba mengeluarkan dompet kartupos dari saku dada. Yang satu diam melihat temannya mengeluarkan tanda anggota dari dompet itu dan dia lihat fotonya. Sersan Mayor Sardadi membuka tanda anggota temannya dan dia baca “Sersan Mayor Ali” dan dia lihat fotonya, meskipun sudah berulang-ulang dia lihat fotonya. Dia masukkan tanda anggota Sersan Mayor Ali ke dompetnya dan mengeluarkan sebuah foto kelompok. Ali mengambil foto itu. Foto itu adalah foto keluarga Sersan Mayor Sardadi.
Truk berhenti dan mereka
berdua melompat ke bawah. Konvoi menderum pergi. Bunyi senapan mesin di
kejauhan disela oleh bunyi ledakan redup berat. Mereka berjalan kaki menuju
jembatan sembari bercerita di bawah bulan setengah yang terang. Kemudian mereka
sampai di jembatan itu. Nadi sungai cuma kecil, mengalir belak-belok di antara
batu-batu besar yang memenuhi alas kering. Mereka mulai berlari dan segera ke
tepi desa karena suara konvoi datang akan melewati jembatan. Kira-kira 520
meter jarak mereka dengan alas sungai. Suara truk terdengar jelas sekarang.
Jembatan jelas kelihatan di atas dalam cahaya bulan. Mereka sampai ke alas
sunagi yang penuh batu. Sardadi terus menuju ke tengah. Bunyi truk sudah dekat
sekali. Ledakan seolah menimpa mereka dari atas. Udara malam sesaat terang.
Ketika mereka menengok jembatan sudah di bom. Di bawahnya dua truk terbakar
hanya satu yang selamat di atas.
Kemudian Sardadi selalu
terkenang akan teman-temannya yang tewas dalam peristiwa bom jembatan
Banyumeneng. Suatu ketika Pak Godek & Pak Dimin bertengkar dengan senjata.
Pak Dimin membunuh Pak Godeg ayah dari Sardadi. Sardadi membunuh Pak Dimin.
Lalu Sardadi merasakan tepukan pada bahunya. Komandan Seksi berjalan di
sampingnya memberi selamat kepada Sardadi.
Nini wajahnya mirip Nani,
agak terlalu putih, hidung kecil dan bibir tipis yang sering ceriwis. Ia
terbaring di ranjangnya dan mengusap-usap matanya yang ngantuk. Ia menguap dua kali. Kemudian
merengek lagi meminta diceritakan dongeng oleh ayahnya. Dengan putus asa
ayahnya menggali ingatannya, mencari dongeng yang sesuai untuk anak lima tahun.
Tetapi semua dongeng yang dia kenal sudah habis selama setengah tahun ini,
setelah Nani (Ibu dari Nini) berpulang meninggalkan Nini dan ayah.
Nini menguap lagi. Dahinya
ayah belai dan dari tenggorokan ayah keluar rangkaian nada yang dimaksudkan
sebagai lagu tidur. Nini merengek minta dongeng lagi, dan kangen ayah kepada
Nina membual pula. Ayah berjanji akan mencarikan dongeng untuknya besok. Rupa-rupanya
Nini insaf akan ketidakmampuan ayah. Ia tak meminta dongen lagi, tapi tidur pun
tidak. Nini bertanya apakah Bunda di sorga juga mendongeng kepada ayah. Ayah
tepis nyamuk yang terbang di muka wajah ayah untuk mencari waktu. Ayah akhirnya
berhasil membuat Nini tidur dan keesokannya Nini bercerita bahwa Ibu datang
dari sorga mendongeng tentang dua pasang sepatu.
Anak-anak Regu I berada
dalam ruangan bekas rumah yang hancur dalam perang. Bangunan itu tak berdaun
lagi dan pemandangan lewat jendela lepas bebas ke daerah kosong yang terhampar
antara garis pertahanan Tni dan tentara Belanda. Anak-anak rajin di pagi itu.
Regu II sedang patroli di depan; Regu I setengah bebas di pos jaga. Mereka pada
membersihkan senjata. Taslim adalah adalah seorang yang dianggap tidak sesuai
untuk jadi prajurit tempur. Keputusan komandan jatuh; ia dipindah dari pasukan
ke staf. Bukan juga karena ia pengecut dia dipindah; ia salah seorang yang
terberani di seluruh kompi. Bukan pula karena ia bodoh. Ia punya daya orientasi
yang baik dan pandai membaca peta. Ia dianggap suatu bahaya bagi keselamatan
pasukannya.
Comments
Post a Comment